Contoh Makalah Bk Islam
JASA PEMBUATAN ADMINISTRASI BP/BK DI SEKOLAH DAN PTK/BK
HUBUNGI KAMI DI 081222940294
WA: 081222940294
BBM: 5AA33306
Untuk Detail Harga Administrasi Dan Perangkat BK Klik Disini
Untuk Pilihan Judul Dan detail Harga PTK/BK Klik Disini
Atau Cek FB Kami Disini
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Manusia dilahirkan didunia dengan dibekali akal, pikiran, dan perasaan. Dengan bekal itulah manusia disebut sebagai makluk yang paling sempurna dan diamanati oleh sang pencipta sebagai pemimpin di bumi ini. Akan tetapi seiring dengan bekal akal, pikiran dan perasaan itu pula manusia diselimuti oleh berbagai macam masalah, bahkan ada yang mengatakan bahwa manusia merupakan makhluk dengan segudang masalah (human with multiproblem). Dengan berbagai masalah itu ada yang bisa mereka atasi dengan sendirinya atau mereka memerlukan bantuan orang lain (konselor) untuk mengatasi masalah yang dihadapinya. Dan pemberian bantuan dari orang yang ahli (konselor) kepada individu yang membutuhkan (klien) itulah yang dinamakan “konseling”
Dalam memecahkan masalahnya, manusia memiliki banyak pilihan cara, salah satunya adalah dengan cara islam. Mengapa islam? Karena islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia tak terkecuali berkenaan dengan bimbingan dan konseling.
Dalam makalah ini nanti akan dipaparkan berbagai hal terkait dengan bimbingan konseling islam, termasuk tujuan-tujuan dari bimbingan konseling islam dan bagaimana ketika bimbingan dan konseling di implementasikan dalam pembelajaran.
1.2. Rumusan Masalah
a. Apa Makna dan Definisi Bimbingan dan Konseling Islam?
b. Apa Tujuan dari Dilaksanakannya Bimbingan Konseling Islam?
c. Bagaimana Urgensi Bimbingan dan Konseling dalam Pembelajaran?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Bimbingan Konseling Islam
A. Bimbingan dan Konseling
Berdasarkan Pasal 27 Peraturan Pemerintah Nomor 29/90, Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depannya.
Menurut Rochman Natawidjaja, bimbingan dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan supaya individu tersebut dapat memahami dirinya sendiri, sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat dan kehidupan pada umumnya.
Menurut Muhammad Surya, bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus-menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri dan perwujudan diri, dalam mencapai tingkat perkembangan yang optimal dan penyesuain diri dengan lingkungannya.[1]
Edwin C. Lewis (1970), mengemukakan bahwa konseling adalah suatu proses dimana orang yang bermasalah (klien) dibantu secara pribadi untuk merasa dan berperilaku yang lebih memuaskan melalui interaksi dengan seseorang yang tidak terlibat (konselor) yang menyediakan informasi dan reaksi-reaksi yang merangsang klien untuk mengembangkan perilaku-perilaku yang memungkinkannya berhubungan secara lebih efektif dengan dirinya dan lingkungannya.
B. Islam
Istilah Islam dalam wacana studi Islam berasal dari bahasa arab dalam bentuk masdar yang secara harfiyah berarti selamat, sentosa dandamai. Dari kata kerja salima diubah menjadi bentuk aslama yang berarti berserah diri. Dengan demikian arti pokok Islam secara kebahasaan adalah ketundukan, keselamatan, dan kedamaian.[2]
Secara terminologis, Ibnu Rajab merumuskan pengertian Islam, yakni: Islam ialah penyerahan, kepatuhan dan ketundukan manusia kepada Allah swt. Hal tersebut diwujudkan dalam bentuk perbuatan.
Di samping itu, Syaikh Ahmad bin Muhammad Al-Maliki al-Shawi mendefinisikan Islam dengan rumusan Islam yaitu: atauran Ilahi yang dapat membawa manusia yang berakal sehat menuju kemaslahatan atau kebahagiaan hidupnya di dunia dan akhiratnya.[3]
Pendapat lain menyatakan bahwa islam adalah agama yang dibawa oleh para utusan Allah dan disempurnakan oleh rasullullah SAW yang memiliki sumber pokok al-quran dan sunnah rasullullah SAW sebagai petunjuk umat islam sepanjang masa.
C. Bimbingan Konseling Islam
Secara sederhana, gabungan dari masing-masing isitilah dari poin A dan B tersebut dapat dikaitkan satu dengan lainnya sehingga menjadi sebutan Bimbingan Konseling Islam. Dalam hal ini, Bimbingan Konseling Islam sebagaimana dimaksudkan di atas adalah terpusat pada tiga dimensi dalam Islam, yaitu ketundukan, keselamatan dan kedamaian. Batasan lebih spesifik, Bimbingan Konseling Islam dirumuskan oleh para ahlinya secara berbeda dalam istilah dan redaksi yang digunakannya, namun sama dalam maksud dan tujuan, bahkan satu dengan yang lain saling melengkapinya. Berdasarkan beberapa rumusan tersebut dapat diambil suatu kesan bahwa yang dimaksud dengan Bimbingan Konseling Islam adalah suatu proses pemberian bantuan secara terus menerus dan sistematis terhadap individu atau sekelompok orang yang sedang mengalami kesulitan lahir dan batin untuk dapat memahami dirinya dan mampu memecahkan masalah yang dihadapinya sehingga dapat hidup secara harmonis sesuai dengan ketentuan dan petunjuk Allah dan Rasul-Nya demi tercapainya kebahagiaan duniawiah dan ukhrawiah.[4]
Pengertian tersebut antara lain didasarkan pada rumusan yang dikemukakan oleh H.M. Arifin, Ahmad Mubarok dan Hamdani Bakran Adz-Dzaki. Bahkan pengertian yang dimaksudkannya adalah mencakup beberapa unsur utama yang saling terkait antara satu dengan lainnya, yaitu: konselor, konseli dan masalah yang dihadapi. Konselor dimaksudkan sebagai orang yang membantu konseli dalam mengatasi masalahnya di saat yang amat kritis sekalipun dalam upaya menyelamatkan konseli dari keadaan yang tidak menguntungkan baik untuk jangka pendek dan utamanya jangka panjang dalam kehidupan yang terus berubah. Konseli dalam hal ini berarti orang yang sedang menghadapi masalah karena dia sendiri tidak mampu dalam menyelesaikan masalahnya. Menurut Imam Sayuti Farid, konseli atau mitra bimbingan konseling Islam adalah individu yang mempunyai masalah yang memerlukan bantuan bimbingan dan konseling. Sedangkan yang dimaksudkan dengan masalah ialah suatu keadaan yang mengakibatkan individu maupun kelompok menjadi rugi atau terganggu dalam melakukan sesuatu aktivitas.[5]
Dalam pandangan Farid Hariyanto (Anggota IKI jogjakarta) dalam makalahnya mengatakan bahwa bimbingan dan konseling dalam Islam adalah landasan berpijak yang benar tentang bagaimana proses konseling itu dapat berlangsung baik dan menghasilkan perubahan-perubahan positif pada klien mengenai cara dan paradigma berfikir, cara menggunakan potensi nurani, cara berperasaan, cara berkeyakinan dan cara bertingkah laku berdasarkan wahyu dan paradigma kenabian (Sumber Hukum Islam).[6]
Beberapa ayat al-Quran yang berhubungan dengan bimbingan konseling diantaranya adalah:
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”. (Ali Imran:104)
“Demi masa. Sungguh manusia dalam kerugian, kecuali mereka yang beriman dan melakukan amal kebaikan, saling menasehati supaya mengikuti kebenaran dan saling menasehati supaya mengamalkan kesabaran”. (Al-Ashr :1-3)
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalann-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (An Nahl:125)
2.2. Tujuan Bimbingan Konseling Islam
Secara garis besar tujuan bimbingan konseling islam dapat dirumuskan untuk membantu individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Sedangkan tujuan dari bimbingan dan konseling dalam Islam yang lebih terperinci adalah sebagai berikut:
1. Untuk menghasilkan suatu perbuatan, perbaikan, kesehatan, dan kebersihan jiwa dan mental. Jiwa menjadi tenang, jinak dan damai, bersikap lapang dada dan mendapatkan pencerahan taufik dan hidayah Tuhannya.
2. Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan dan kesopanan tingkah laku yang dapat memberikan manfaat baik pada diri sendiri, lingkungan keluarga, lingkungan kerja maupun lingkungan sosial dan alam sekitarnya.
3. Untuk menghasilkan kecerdasan rasa (emosi) pada individu sehingga muncul dan berkembang rasa toleransi, kesetiakawanan, tolong-menolong dan rasa kasih sayang.
4. Untuk menghasilkan kecerdasan spiritual pada diri individu sehingga muncul dan berkembang rasa keinginan untuk berbuat taat kepada Tuhannya, ketulusan mematuhi segala perintahNya serta ketabahan menerima ujianNya.
5. Untuk menghasilkan potensi Ilahiyah, sehingga dengan potensi itu individu dapat melakukan tugasnya sebagai khalifah dengan baik dan benar; ia dapat dengan baik menanggulangi berbagai persoalan hidup; dan dapat memberikan kemanfaatan dan keselamatan bagi lingkungannya pada berbagai aspek kehidupan.
1. Untuk menghasilkan suatu perbuatan, perbaikan, kesehatan, dan kebersihan jiwa dan mental. Jiwa menjadi tenang, jinak dan damai, bersikap lapang dada dan mendapatkan pencerahan taufik dan hidayah Tuhannya.
2. Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan dan kesopanan tingkah laku yang dapat memberikan manfaat baik pada diri sendiri, lingkungan keluarga, lingkungan kerja maupun lingkungan sosial dan alam sekitarnya.
3. Untuk menghasilkan kecerdasan rasa (emosi) pada individu sehingga muncul dan berkembang rasa toleransi, kesetiakawanan, tolong-menolong dan rasa kasih sayang.
4. Untuk menghasilkan kecerdasan spiritual pada diri individu sehingga muncul dan berkembang rasa keinginan untuk berbuat taat kepada Tuhannya, ketulusan mematuhi segala perintahNya serta ketabahan menerima ujianNya.
5. Untuk menghasilkan potensi Ilahiyah, sehingga dengan potensi itu individu dapat melakukan tugasnya sebagai khalifah dengan baik dan benar; ia dapat dengan baik menanggulangi berbagai persoalan hidup; dan dapat memberikan kemanfaatan dan keselamatan bagi lingkungannya pada berbagai aspek kehidupan.
6. Untuk mengembalikan pola pikir dan kebiasaan konseli yang sesuai dengan petunjuk ajaran islam (bersumber pada Al-Quran dan paradigma kenabian .
Sedangkan dalam bukunya bimbingan dan konseling dalam islam,Aunur Rahim Faqih membagi tujuan Bimbingan dan Konseling islam dalam tujuan umum dan tujuan khusus.[7]
Tujuan umumnya adalah membantu individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akherat.
Tujuan khususnya adalah:
- membantu individu agar tidak menghadapi masalah
- membantu individu untuk mengatasi masalah yang dihadapinya
- membantu individu memlihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang baik atau yang tetap baik menjadi tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi dirinya dan orang lain.
2.3. Urgensi BK Islam dalam Pembelajaran
Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan konseling disekolah/madrasah, bukan terletak pada ada atau tidak adanya landasan hukum (perundang undangan) atau ketentuan dari atas, namun yang lebih penting adalah upaya memfasilitasi peserta didik yang selanjutnya disebut konseli, agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya (menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, social, dan moral-spiritual).
Konseli sebagai seorang individu yang berada dalam proses berkembang atau menjadi (on becaming), yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian. Untuk mencapai kematangan dan kemandirian tersebut, konseli memerlukan bimbingan karena mereka masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman dalam menentukan arah kehidupannya. Disamping itu terdapat suatu keniscayaan bahwa proses perkembangan konseli tidak selalu berlangsung secara mulus, atau bebas dari masalah. Dengan kata lain proses perkembangan itu tidak selalu berjalan dalam arus linier, lurus, atau searah dengan potensi, harapan dan nilai-nilai yang dianut.
Perkembangan konseli tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik, psikis, maupun social. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah perubahan. Perubahan yang terjadi dalam lingkungan dapat mempengaruhi gaya hidup (life style) warga masyarakat. Apabila perubahan ang terjadi itu sulit diprediksi, atau diluar jangkauan kemampuan, maka akan melahirkan kesenjangan perkembangan perilaku konseli,seperti terjadinya stagnasi (kemandekan) perkembangan, masalah-masalah pribadi atau penyimpangan perilaku. Iklim lingkungan kehidupan yang kurang sehat, seperti maraknya tayangan televisi dan media-media lain, penyalahgunaan alat kontraspsi, ketidakharmonisan dalam kehidupan keluarga, dan dekandensi moral orang dewasa ini mempengaruhi perilaku atau gaya hidup konseli (terutama pada usia remaja) yang cenderung menyimpang dari kaidah-kaidah moral (akhlak yang mulia), seperti pelanggaran tata tertib, pergaulan bebas, tawuran, dan kriminalitas.
Upaya menangkal dan mencegah perilaku-perilaku yang tidak diharapkan seperti yang disebutkan, adalah mengembangkan potensi konseli dan memfasilitasi mereka secara sistematik dan terprogram untuk mencapai standar kompetensi kemandirian.
Dengan demikian, pendidikan yang bermutu efektif dan ideal adalah pendidikan yang tidak mengesampingkan bimbingan dan konseling. Pendidikan yang hanya melaksanakan bidang administrative dan instruksional dengan mengabaikan bimbingan dan konseling, hanya akan menghasilkan konseli yang pintar dan terampil dalam aspek akademik, tetapi kurang memiliki kemampuan atau kematangan dalam aspek kepribadian.
Dengan dasar itulah bimbingan dan konseling sangat berperan penting dalam pembentukan sosok peserta didik yang dicita-citakan seperti yang dicantumkan dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003, yaitu:
- beriman dan bertaqwa terhadap tuhan yang maha esa
- berakhlak mulia
- memiliki pengetahuan dan keterampilan
- memiliki kesehatan jasmani dan rohani
- memiliki kepribadian yang mantap dan kebangsaan
- memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Untuk mencapai tujuan pendidikan yang dicita-citakan itu bimbingan konseling disekolah di orientasikan kepada upaya memfasilitasi perkembangan potensi konseli, yang meliputi aspek pribadi, belajar dan karir, atau terkait dengan perkembangan konseli sebagai makhluk yang berdimensi biopsikososiospiritual (biologis, psikis, sosial dan spiritual).[8]
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
a. Konseling Islam adalah suatu proses pemberian bantuan secara terus menerus dan sistematis terhadap individu atau sekelompok orang yang sedang mengalami kesulitan lahir dan batin untuk dapat memahami dirinya dan mampu memecahkan masalah yang dihadapinya sehingga dapat hidup secara harmonis sesuai dengan ketentuan dan petunjuk Allah dan Rasul-Nya demi tercapainya kebahagiaan duniawiah dan ukhrawiah.
b. Tujuan BK islan dibagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus:
Tujuan umumnya adalah membantu individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akherat.
Tujuan khususnya adalah:
- membantu individu agar tidak menghadapi masalah
- membantu individu untuk mengatasi masalah yang dihadapinya
- membantu individu memlihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang baik atau yang tetap baik menjadi tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi dirinya dan orang lain.
c. Konseli sebagai seorang individu yang berada dalam proses berkembang yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian. Untuk mencapai kematangan dan kemandirian tersebut, konseli memerlukan bimbingan karena mereka masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman menentukan arah kehidupannya. Disamping itu terdapat suatu keniscayaan bahwa proses perkembangan konseli tidak selalu berlangsung mulus,atau bebas dari masalah. atau searah dengan potensi, harapan dan nilai-nilai yang dianut.
DAFTAR PUSTAKA
v Mohammmad Surya, Psikologi konseling, Pustaka Bani Quraisy. Bandung: 2003
v Asy`ari, Ahm dkk., Pengantar Studi Islam (Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2004), Ahmad bin Muhammad al-Mali al-Shawi, Syarh al-Shawi `ala Auhar al-Tauhid,.
v Ahmad Mubarok, Al-Irsyad an Nafsy, Konseling Agama Teori dan Kasus(Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002)
v Farid Hariyanto, Makalah dalam Seminar Bimbingan dan Konseling AgamaJakarta: 2007
v Imam Sayuti Farid, Pokok-Pokok Bahasan Tentang Bimbingan Penyuluhan
Agama Sebagai Teknik Dakwah, bandung: Alfabetha 2002
v Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, UII press. Jakarta: 2001
v Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan depaartemen Pendidikan Nasional, Rambu-rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta: 2007
v //http//google//bimbingankonselingislam//wikipedia//.com//
[1] Mohammmad Surya, Psikologi konseling, Pustaka Bani Quraisy. Bandung: 2003 Hal. 2
[3]Ahmad bin Muhammad al-Mali al-Shawi, Syarh al-Shawi `ala Auhar al-Tauhid, hal. 62.
[4]Ahmad Mubarok, Al-Irsyad an Nafsy, Konseling Agama Teori dan Kasus(Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002), hal. 4-5
[5] Imam Sayuti Farid, Pokok-Pokok Bahasan Tentang Bimbingan Penyuluhan Agama Sebagai Teknik Dakwah, hal. 29
[6] Farid Hariyanto, makalah dalam seminar Bimbingan Dan Konseling Agama Jakarta: 2007 hal. 2
[7] Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, UII press. Jakarta: 2001 hal.35-36
[8] Direktorat jenderal peningkatan mutu pendidikan dan tenaga kependidikandepaartemen pendidikan nasional, rambu-rambu penyelenggaraan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal.
0 komentar:
Posting Komentar