WAWANCARA DAN TEKNIK BIMBINGAN KONSELING
JASA PEMBUATAN ADMINISTRASI BP/BK DI SEKOLAH DAN PTK/BK
HUBUNGI KAMI DI 081222940294
WA: 081222940294
BBM: 5AA33306
Untuk Detail Harga Administrasi Dan Perangkat BK Klik Disini
Untuk Pilihan Judul Dan detail Harga PTK/BK Klik Disini
Atau Cek FB Kami Disini
WAWANCARA KONSELING
A. Pengertian Wawancara
Pengertian wawancara secara umum mengandung beberapa aspek atau unsur-unsur antara lain :
1. Tanya jawab
2. Proses percakapan komunikasi lisan
3. Melibatkan dua pihak (interviewer dan interviewee)
4. Informasi
Pengertian wawancara secara umum mengandung beberapa aspek atau unsur-unsur antara lain :
1. Tanya jawab
2. Proses percakapan komunikasi lisan
3. Melibatkan dua pihak (interviewer dan interviewee)
4. Informasi
Berdasarkan unsur-unsur di atas maka dapat disimpulkan bahwa wawancara merupakan tanya jawab yang dilakukan melalui proses percakapan komunikasi lisan antara interviewer dan interviewee untuk mendapatkan suatu informasi dalam rangka membina hubungan baik di antara kedua belah pihak.
Menurut beberapa ahli, wawancara merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan jalan mengadakan komunikasi dengan sumber data. Komunikasi tersebut dilakukan dengan dialog (tanya jawab) secara lisan, baik langsung maupun tidak langsung (I. Djumhur dan Muh.Surya, 1981:50). Wawancara juga merupakan salah satu metode untuk mendapatkan data anak atau orang tua dengan mengadakan hubungan secara langsung dengan informan/face to face relation (Bimo Walgito, 1989:63). Jadi dalam metode pengumpulan data, pengertian wawancara merupakan suatu alat yang digunakan untuk memperoleh informasi melalui proses tanya jawab secara langsung antara pewawancara dengan responden.
Tujuan wawancara.
Ada berbagai tujuan yang dapat dicapai dalam wawancara yaitu :
1. Menciptakan hubungan baik diantara dua pihak yang terlibat ( interviewer dan interviewee). Pertemuan itu harus bebas dari segala kecemasan dan ketakutan sehingga memungkinkan subyek wawancara menyatakan sikap dan perasaan dengan bebas, tanpa mekanisme pertahanan diri yang kadang-kadang menghambat pernyataannya.
2. Meredakan ketegangan yang terdapat dalam subyek wawancara.
3. Menyediakan informasi yang dibutuhkan. Dalam wawancara kedua belah pihak akan mendapat kesempatan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkannya.
4. Mendorong ke arah pemahaman diri pada pihak subyek wawancara.
5. Mendorong ke arah penyusunan kegiatan yang konstruktif pada subyek wawancara.
Menurut beberapa ahli, wawancara merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan jalan mengadakan komunikasi dengan sumber data. Komunikasi tersebut dilakukan dengan dialog (tanya jawab) secara lisan, baik langsung maupun tidak langsung (I. Djumhur dan Muh.Surya, 1981:50). Wawancara juga merupakan salah satu metode untuk mendapatkan data anak atau orang tua dengan mengadakan hubungan secara langsung dengan informan/face to face relation (Bimo Walgito, 1989:63). Jadi dalam metode pengumpulan data, pengertian wawancara merupakan suatu alat yang digunakan untuk memperoleh informasi melalui proses tanya jawab secara langsung antara pewawancara dengan responden.
Tujuan wawancara.
Ada berbagai tujuan yang dapat dicapai dalam wawancara yaitu :
1. Menciptakan hubungan baik diantara dua pihak yang terlibat ( interviewer dan interviewee). Pertemuan itu harus bebas dari segala kecemasan dan ketakutan sehingga memungkinkan subyek wawancara menyatakan sikap dan perasaan dengan bebas, tanpa mekanisme pertahanan diri yang kadang-kadang menghambat pernyataannya.
2. Meredakan ketegangan yang terdapat dalam subyek wawancara.
3. Menyediakan informasi yang dibutuhkan. Dalam wawancara kedua belah pihak akan mendapat kesempatan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkannya.
4. Mendorong ke arah pemahaman diri pada pihak subyek wawancara.
5. Mendorong ke arah penyusunan kegiatan yang konstruktif pada subyek wawancara.
Macam Wawancara
Ada bermacam-macam jenis wawancara sesuai dengan tujuannya ataupun sifat-sifat yang lain yang ada dalam wawancara, seperti jumlah orang yang diwawancarai dan menurut peranan yang dimainkan.
1. Menurut tujuannya, wawancara dapat dibedakan menjadi :
a. The employment interview, yaitu interview yang ditujukan untuk mendapatkan gambaran sampai mana sifat-sifat yang dipunyai oleh seseorang terhadap kriteria yang diminta oleh suatu employment.
b. Informational interview, yaitu interview yang ditujukan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan.
c. Administrative interview, yaitu interview yang dijalankan untuk keperluan administrasi, misalnya untuk kesejahteraan organisasi, untuk mendapatkan perubahan-perubahan di dalam tindakannya ( change in behavior )
d. Counseling interview, yaitu interview yang dijalankan untuk keperluan konseling. Interview ini khas dipergunakan dalam proses konseling.
Ada bermacam-macam jenis wawancara sesuai dengan tujuannya ataupun sifat-sifat yang lain yang ada dalam wawancara, seperti jumlah orang yang diwawancarai dan menurut peranan yang dimainkan.
1. Menurut tujuannya, wawancara dapat dibedakan menjadi :
a. The employment interview, yaitu interview yang ditujukan untuk mendapatkan gambaran sampai mana sifat-sifat yang dipunyai oleh seseorang terhadap kriteria yang diminta oleh suatu employment.
b. Informational interview, yaitu interview yang ditujukan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan.
c. Administrative interview, yaitu interview yang dijalankan untuk keperluan administrasi, misalnya untuk kesejahteraan organisasi, untuk mendapatkan perubahan-perubahan di dalam tindakannya ( change in behavior )
d. Counseling interview, yaitu interview yang dijalankan untuk keperluan konseling. Interview ini khas dipergunakan dalam proses konseling.
2. Menurut jumlah orang yang diinterview, wawancara dapat dibedakan menjadi :
a. Interview perorangan ( individu ), yaitu wawancara yang dilakukan secara perseorangan, yang menyangkut masalah-masalah pribadi yang dialami oleh subyek wawancara. Misalnya: wawancara antara seorang klien dengan seorang petugas bimbingan.
b. Interview kelompok, yaitu wawancara yang dilakukan secara kelompok (lebih dari satu orang), Misalnya : antara petugas bimbingan dengan seluruh siswa kelas II.
3. Menurut peranan yang dimainkan, wawancara dapat dibedakan menjadi :
a. The non directive interview, yaitu interview yang kurang terpimpin dan kurang mendasarkan atas pedoman-pedoman tertentu. Dalam interview ini, interviewee diberi kesempatan seluas-luasnya untuk menyampaikan hal-hal yang terkait dengan masalah yang sedang dihadapinya. Biasanya digunakan dalam proses konseling.
b. The focused interview, yaitu interview yang ditujukan kepada orang-orang tertentu yang mempunyai hubungan dengan obyek-obyek yang diselidiki.
c. The repeated interview, yaitu interview yang berulang. Interview ini terutama digunakan untuk mencoba mengikuti perkembangan yang tertentu terutama proses sosial.
a. Interview perorangan ( individu ), yaitu wawancara yang dilakukan secara perseorangan, yang menyangkut masalah-masalah pribadi yang dialami oleh subyek wawancara. Misalnya: wawancara antara seorang klien dengan seorang petugas bimbingan.
b. Interview kelompok, yaitu wawancara yang dilakukan secara kelompok (lebih dari satu orang), Misalnya : antara petugas bimbingan dengan seluruh siswa kelas II.
3. Menurut peranan yang dimainkan, wawancara dapat dibedakan menjadi :
a. The non directive interview, yaitu interview yang kurang terpimpin dan kurang mendasarkan atas pedoman-pedoman tertentu. Dalam interview ini, interviewee diberi kesempatan seluas-luasnya untuk menyampaikan hal-hal yang terkait dengan masalah yang sedang dihadapinya. Biasanya digunakan dalam proses konseling.
b. The focused interview, yaitu interview yang ditujukan kepada orang-orang tertentu yang mempunyai hubungan dengan obyek-obyek yang diselidiki.
c. The repeated interview, yaitu interview yang berulang. Interview ini terutama digunakan untuk mencoba mengikuti perkembangan yang tertentu terutama proses sosial.
4. Berdasarkan sifatnya, wawancara dibedakan menjadi :
a. Wawancara langsung, yaitu wawancara yang dilakukan dengan seseorang untuk memperoleh keterangan mengenai orang tersebut.
b. Wawancara tidak langsung, yaitu wawancara yang dilakukan dengan seseorang untuk memperoleh keterangan mengenai orang lain.
c. Wawancara insidental, yaitu wawancara yang dilakukan sewaktu-waktu bila dianggap perlu.
d. Wawancara berencana, yaitu wawancara yang dilakukan secara berencana pada waktu yang telah ditetapkan.
a. Wawancara langsung, yaitu wawancara yang dilakukan dengan seseorang untuk memperoleh keterangan mengenai orang tersebut.
b. Wawancara tidak langsung, yaitu wawancara yang dilakukan dengan seseorang untuk memperoleh keterangan mengenai orang lain.
c. Wawancara insidental, yaitu wawancara yang dilakukan sewaktu-waktu bila dianggap perlu.
d. Wawancara berencana, yaitu wawancara yang dilakukan secara berencana pada waktu yang telah ditetapkan.
Bagian-bagian Wawancara
1. Permulaan atau Pendahuluan wawancara
Permulaan wawancara terutama ditujukan untuk mendapatkan hubungan yang baik ( dalam mengadakan kontak pertama ) antara interviewer dengan interviewee dan biasanya diisi dengan menyampaikan maksud dan tujuan dari interview itu. Peranan bagian ini penting, karena dengan mengadakan kontak yang pertama ini akan memberikan gambaran tentang jalannya interview selanjutnya.
2. Inti Interview
Pada bagian ini, maksud serta tujuan interview harus dapat dicapai . Bila maksud dari interview untuk mengumpulkan data tentang latar belakang sosial, maka pada bagian ini maksud itu harus bisa dicapai.
3. Akhir Interview
Bagian ini merupakan bagian di mana interview mulai berakhir. Interview dapat ditutup dengan mengadakan penyimpulan tentang apa yang telah dibicarakan (misalnya : dalam konseling interview). Kadang-kadang interview ditutup dengan menentukan waktu kapan interview itu akan dilanjutkan lagi, bila masih dibutuhkan mengadakan interview lagi.
1. Permulaan atau Pendahuluan wawancara
Permulaan wawancara terutama ditujukan untuk mendapatkan hubungan yang baik ( dalam mengadakan kontak pertama ) antara interviewer dengan interviewee dan biasanya diisi dengan menyampaikan maksud dan tujuan dari interview itu. Peranan bagian ini penting, karena dengan mengadakan kontak yang pertama ini akan memberikan gambaran tentang jalannya interview selanjutnya.
2. Inti Interview
Pada bagian ini, maksud serta tujuan interview harus dapat dicapai . Bila maksud dari interview untuk mengumpulkan data tentang latar belakang sosial, maka pada bagian ini maksud itu harus bisa dicapai.
3. Akhir Interview
Bagian ini merupakan bagian di mana interview mulai berakhir. Interview dapat ditutup dengan mengadakan penyimpulan tentang apa yang telah dibicarakan (misalnya : dalam konseling interview). Kadang-kadang interview ditutup dengan menentukan waktu kapan interview itu akan dilanjutkan lagi, bila masih dibutuhkan mengadakan interview lagi.
Langkah-langkah Wawancara
1. Persiapan wawancara
Yang perlu dipersiapkan sebelum memulai wawancara antara lain :
a. Menentukan tujuan.
b. Menetapkan bentuk pertanyaan ( pertanyaan bebas atau terpimpin )
c. Membuat pedoman wawancara (interviewee guide / garis besar pertanyaan)
d. Menetapkan responden yang diperkirakan sebagai sumber informasi.
e. Menetapkan jumlah responden yang akan diwawancarai
f. Menetapkan jadwal pelaksanaan wawancara
g. Menghubungi responden.
2. Pelaksanaan
a. Mengadakan seleksi terhadap pertanyaan-pertanyaan yang menjadi fokus wawancara dan sesuai dengan maksud serta tujuan wawancara
b. Mengadakan wawancara
• Memulai wawancara
1) Membina rapport (menjalin hubungan baik dengan orang yang diwawancarai)
2) Menyampaikan maksud dan tujuan wawancara
3) Mengenal dan memahami interviewee
4) Memotivasi interviewee
• Inti wawancara
Merealisasikan pencapaian maksud dan tujuan wawancara (menggunakan berbagai ketrampilan komunikasi, misalnya mendengarkan, bertanya, klarifikasi, refleksi, konfrontasi, menjelaskan, mengumpulkan, evaluasi, dsb.
3. Akhir wawancara (Penutup)
a. Menyusun laporan wawancara secara sistematis
b. Mengadakan evaluasi tentang pelaksanaan wawancara
c. Memantapkan hasil evaluasi wawancara
d.Mengadakan diskusi tentang hal-hal yang dianggap penting dari pelaksanaan wawancara
e. Menghentikan/mengakhiri wawancara
1. Persiapan wawancara
Yang perlu dipersiapkan sebelum memulai wawancara antara lain :
a. Menentukan tujuan.
b. Menetapkan bentuk pertanyaan ( pertanyaan bebas atau terpimpin )
c. Membuat pedoman wawancara (interviewee guide / garis besar pertanyaan)
d. Menetapkan responden yang diperkirakan sebagai sumber informasi.
e. Menetapkan jumlah responden yang akan diwawancarai
f. Menetapkan jadwal pelaksanaan wawancara
g. Menghubungi responden.
2. Pelaksanaan
a. Mengadakan seleksi terhadap pertanyaan-pertanyaan yang menjadi fokus wawancara dan sesuai dengan maksud serta tujuan wawancara
b. Mengadakan wawancara
• Memulai wawancara
1) Membina rapport (menjalin hubungan baik dengan orang yang diwawancarai)
2) Menyampaikan maksud dan tujuan wawancara
3) Mengenal dan memahami interviewee
4) Memotivasi interviewee
• Inti wawancara
Merealisasikan pencapaian maksud dan tujuan wawancara (menggunakan berbagai ketrampilan komunikasi, misalnya mendengarkan, bertanya, klarifikasi, refleksi, konfrontasi, menjelaskan, mengumpulkan, evaluasi, dsb.
3. Akhir wawancara (Penutup)
a. Menyusun laporan wawancara secara sistematis
b. Mengadakan evaluasi tentang pelaksanaan wawancara
c. Memantapkan hasil evaluasi wawancara
d.Mengadakan diskusi tentang hal-hal yang dianggap penting dari pelaksanaan wawancara
e. Menghentikan/mengakhiri wawancara
Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam Wawancara
Di dalam mencapai hasil yang baik dalam proses wawancara perlu adanya beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengadakan wawancara :
1. Orang yang akan mengadakan wawancara harus mempunyai latar belakang tentang apa yang akan ditanyakan, karena yang akan ditanyakan perlu dipersiapkan dengan sebaik-baiknya, agar wawancara dapat berlangsung dengan lancar, sistematis, dan teratur.
2. Pewawancara harus menjelaskan dengan sebaik-baiknya apa maksud serta tujuan dari wawancara tersebut.
3. Dalam wawancara harus dijaga agar selalu ada hubungan yang baik. Hubungan baik ini merupakan sumbangan yang besar di dalam jalannya atau hasil wawancara yang akan dapat dicapai.
4. Pewawancara atau pembimbing harus mempunyai sifat dapat dipercaya. Rahasia dari individu yang diwawancarai atau klien harus dapat disimpan dengan baik, sebab kalau tidak demikian, kemungkinan klien tidak akan mengutarakan sesuatu kepada wawancara dengan terbuka.
5. Pertanyaan hendaknya diajukan dengan hati-hati, teliti dan kalimatnya harus jelas.
6. Harus dijaga jangan sampai ada hal-hal yang mungkin mengganggu jalannya wawancara. Bila ada hal-hal yang sekiranya dapat mengganggu, sebaiknya hal-hal tersebut disingkirkan lebih dahulu.
7. Bahasa yang digunakan oleh pewawancara harus disesuaikan dengan kemampuan yang diwawancarai.
8. Sekalipun pertanyaan-pertanyaan telah dipersiapkan terlebih dahulu supaya sistematis, tetapi didalam memberikan pertanyaan-pertanyaan jangan sampai kaku, masing-masing pertanyaan dapat diperluas kepada hal-hal yang berhubungan dengan pertanyaan itu.
Di dalam mencapai hasil yang baik dalam proses wawancara perlu adanya beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengadakan wawancara :
1. Orang yang akan mengadakan wawancara harus mempunyai latar belakang tentang apa yang akan ditanyakan, karena yang akan ditanyakan perlu dipersiapkan dengan sebaik-baiknya, agar wawancara dapat berlangsung dengan lancar, sistematis, dan teratur.
2. Pewawancara harus menjelaskan dengan sebaik-baiknya apa maksud serta tujuan dari wawancara tersebut.
3. Dalam wawancara harus dijaga agar selalu ada hubungan yang baik. Hubungan baik ini merupakan sumbangan yang besar di dalam jalannya atau hasil wawancara yang akan dapat dicapai.
4. Pewawancara atau pembimbing harus mempunyai sifat dapat dipercaya. Rahasia dari individu yang diwawancarai atau klien harus dapat disimpan dengan baik, sebab kalau tidak demikian, kemungkinan klien tidak akan mengutarakan sesuatu kepada wawancara dengan terbuka.
5. Pertanyaan hendaknya diajukan dengan hati-hati, teliti dan kalimatnya harus jelas.
6. Harus dijaga jangan sampai ada hal-hal yang mungkin mengganggu jalannya wawancara. Bila ada hal-hal yang sekiranya dapat mengganggu, sebaiknya hal-hal tersebut disingkirkan lebih dahulu.
7. Bahasa yang digunakan oleh pewawancara harus disesuaikan dengan kemampuan yang diwawancarai.
8. Sekalipun pertanyaan-pertanyaan telah dipersiapkan terlebih dahulu supaya sistematis, tetapi didalam memberikan pertanyaan-pertanyaan jangan sampai kaku, masing-masing pertanyaan dapat diperluas kepada hal-hal yang berhubungan dengan pertanyaan itu.
9. Pewawancara atau pembimbing harus menjaga jangan sampai ada waktu diam yang terlalu lama. Hal yang demikian akan mematikan suasana wawancara.
10. Pewawancara harus mengadakan kontrol di dalam wawancara. Kalau ada hal-hal yang bertentangan satu dengan yang lainnya perlu pewawancara mencari ketegasan.
11.Pertanyaan-pertanyaan untuk mengadakan kontrol diajukan setelah wawancara sampai kepada suatu titik tertentu. Jadi jangan sampai memotong pembicaraan, karena ini akan mengganggu jalannya wawancara.
12. Lamanya waktu wawancara sebenarnya tergantung, kepada masalahnya. Tetapi pada umumnya wawancara yang terlalu lama akan melelahkan kedua belah pihak. Oleh karena itu waktu wawancara sekitar 30 menit merupakan waktu yang cukup.
13. Di dalam wawancara hendaknya dihindari aku dari pewawancara atau pembimbing. Jangan sampai aku tersebut ditonjol-tonjolkan.
14. Individu yang sukar berbicara tidak boleh dipaksa untuk memberikan keterangan/ penjelasan dengan panjang lebar.
15. Tidak terlalu banyak membuat catatan selama wawancara berlangsung. Selalu harus minta ijin pada individu untuk membuat catatan seperlunya.
16. Menghindari pertanyaan yang sugestif, yang mendorong murid untuk memberikan jawaban yang baik dan hindarkan pertanyaan yang hanya menuntut jawaban ya atau tidak.
10. Pewawancara harus mengadakan kontrol di dalam wawancara. Kalau ada hal-hal yang bertentangan satu dengan yang lainnya perlu pewawancara mencari ketegasan.
11.Pertanyaan-pertanyaan untuk mengadakan kontrol diajukan setelah wawancara sampai kepada suatu titik tertentu. Jadi jangan sampai memotong pembicaraan, karena ini akan mengganggu jalannya wawancara.
12. Lamanya waktu wawancara sebenarnya tergantung, kepada masalahnya. Tetapi pada umumnya wawancara yang terlalu lama akan melelahkan kedua belah pihak. Oleh karena itu waktu wawancara sekitar 30 menit merupakan waktu yang cukup.
13. Di dalam wawancara hendaknya dihindari aku dari pewawancara atau pembimbing. Jangan sampai aku tersebut ditonjol-tonjolkan.
14. Individu yang sukar berbicara tidak boleh dipaksa untuk memberikan keterangan/ penjelasan dengan panjang lebar.
15. Tidak terlalu banyak membuat catatan selama wawancara berlangsung. Selalu harus minta ijin pada individu untuk membuat catatan seperlunya.
16. Menghindari pertanyaan yang sugestif, yang mendorong murid untuk memberikan jawaban yang baik dan hindarkan pertanyaan yang hanya menuntut jawaban ya atau tidak.
Kelebihan Wawancara
a. Wawancara merupakan teknik yang paling tepat untuk mengungkapkan keadaan pribadi subyek wawancara.
b. Dapat dilaksanakan terhadap setiap individu dan tingkatan umur.
c. Wawancara selalu digunakan untuk mengumpulkan data pelengkap terhadap data yang dikumpulkan dengan teknik lain.
d. Dapat diselenggarakan serempak dengan observasi.
e. Bahasa dari pewawancara dapat disesuaikan dengan keadaan subyek wawancara.
f. Subyek wawancara berhadapan langsung dengan pewawancara, maka diharapkan dapat menimbulkan suasana persaudaraan yang baik, sehingga hal ini akan mempengaruhi hasil wawancara.
g. Isi pertanyaan dan caranya mengajukan pertanyaan dapat disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan daya tangkap sebyek wawancara. Baik pewawancara maupun subyek wawancara dapat memberikan penjelasan lebih lanjut bilamana pertanyaan atau jawaban belum jelas.
h. Tidak dibatasi oleh kemampuan dan menulis individu, artinya orang tidak dapat membaca atau menulispun dapat diajak wawancara.
i. Kerahasiaan pribadi lebih terjamin.
j. Adanya hubungan langsung sehingga tercipta suasana persaudaraan yang baik dan membawa pengaruh baik juga terhadap hasil wawancara
a. Wawancara merupakan teknik yang paling tepat untuk mengungkapkan keadaan pribadi subyek wawancara.
b. Dapat dilaksanakan terhadap setiap individu dan tingkatan umur.
c. Wawancara selalu digunakan untuk mengumpulkan data pelengkap terhadap data yang dikumpulkan dengan teknik lain.
d. Dapat diselenggarakan serempak dengan observasi.
e. Bahasa dari pewawancara dapat disesuaikan dengan keadaan subyek wawancara.
f. Subyek wawancara berhadapan langsung dengan pewawancara, maka diharapkan dapat menimbulkan suasana persaudaraan yang baik, sehingga hal ini akan mempengaruhi hasil wawancara.
g. Isi pertanyaan dan caranya mengajukan pertanyaan dapat disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan daya tangkap sebyek wawancara. Baik pewawancara maupun subyek wawancara dapat memberikan penjelasan lebih lanjut bilamana pertanyaan atau jawaban belum jelas.
h. Tidak dibatasi oleh kemampuan dan menulis individu, artinya orang tidak dapat membaca atau menulispun dapat diajak wawancara.
i. Kerahasiaan pribadi lebih terjamin.
j. Adanya hubungan langsung sehingga tercipta suasana persaudaraan yang baik dan membawa pengaruh baik juga terhadap hasil wawancara
Kelemahan Wawancara
a. Kalau pewawancara atau subyek wawancara mempunyai suatu prasangka yang satu kepada yang lain, hasil wawancara tidak akan memuaskan.
b. Mengadakan wawancara dengan individu satu persatu memerlukan banyak waktu dan tenaga dan mungkin juga biaya.
c. Menuntut keahlian, ketrampilan, dan penguasaan bahasa yang baik dari pewawancara.
d. Sangat tergantung kepada kesediaan, kemampuan dan keadaan sementara dari subyek wawancara, yang mungkin sangat menghambat ketelitian hasil wawancara.
e. Laju dan materi wawancara sangat dipengaruhi oleh situasi sekitar tempat wawancara.
Sekalipun ada kelemahannya, namun wawancara masih banyak sumbangannya sebagai metode untuk mendapatkan data. Bahkan dalam proses konseling, wawancara merupakan alat yang sangat pokok.
a. Kalau pewawancara atau subyek wawancara mempunyai suatu prasangka yang satu kepada yang lain, hasil wawancara tidak akan memuaskan.
b. Mengadakan wawancara dengan individu satu persatu memerlukan banyak waktu dan tenaga dan mungkin juga biaya.
c. Menuntut keahlian, ketrampilan, dan penguasaan bahasa yang baik dari pewawancara.
d. Sangat tergantung kepada kesediaan, kemampuan dan keadaan sementara dari subyek wawancara, yang mungkin sangat menghambat ketelitian hasil wawancara.
e. Laju dan materi wawancara sangat dipengaruhi oleh situasi sekitar tempat wawancara.
Sekalipun ada kelemahannya, namun wawancara masih banyak sumbangannya sebagai metode untuk mendapatkan data. Bahkan dalam proses konseling, wawancara merupakan alat yang sangat pokok.
Hal-hal yang Mempengaruhi Keberhasilan Wawancara
Berhasil tidaknya wawancara ditentukan oleh kedua belah pihak pewawancara dan subyek wawancara yaitu tergantung kepada hal-hal sebagai berikut :
1. Hubungan baik antara pewawancara ( interviewer ) dan subyek wawancara (interviewee ).
2. Ketrampilan sosial pewawancara yang meliputi :
• sikap dalam berbuat dan berbicara
• sikap tidak ingin menang sendiri
• nada dan irama berbicara
• kemampuan untuk mempergunakan dan memanipulasi kata-kata yang tepat dalam berbagai suasana dan situasi
3. Pedoman wawancara yang harus disususun bersama-sama dan alat untuk mencatat hasil wawancara itu.
Berhasil tidaknya wawancara ditentukan oleh kedua belah pihak pewawancara dan subyek wawancara yaitu tergantung kepada hal-hal sebagai berikut :
1. Hubungan baik antara pewawancara ( interviewer ) dan subyek wawancara (interviewee ).
2. Ketrampilan sosial pewawancara yang meliputi :
• sikap dalam berbuat dan berbicara
• sikap tidak ingin menang sendiri
• nada dan irama berbicara
• kemampuan untuk mempergunakan dan memanipulasi kata-kata yang tepat dalam berbagai suasana dan situasi
3. Pedoman wawancara yang harus disususun bersama-sama dan alat untuk mencatat hasil wawancara itu.
TEKNIK WAWANCARA KONSELING
Berikut ini akan disajikan beberapa teknik wawancara yang diajukan oleh Darley
A. Darley mengajukan empat kaidah dalam wawancara konseling sbb:
1. Dalam wawancara seorang konselor tidak memberikan ceramah, artinya konselor terlalu banyak bicara, sehingga telah menyita hampir seluruh waktu pertemuan dengan klien. Hal ini akan menghambat klien berbicara .Klien bersifat pasif , sebagai pendengar. Konseling yang baik , kegiatan berbicara ada pada klien, sehingga konselor akan banyak melakukan kegiatan mendengarkan. Klien akan banyak memberikan keterangan-keterangan kepada konselor , terutama yang berhubungan dengan permasalahan yang dialaminya .Dengan adanya konselor sedikit berbicara akan berarti memberikan kesempatan sebanyak-banyaknya kepada klien untuk mencurahkan isi hatinya.
2. Dalam berbicara konselor menggunakan kata-kata sederhana , berarti kata-kata itu dapat dicerna oleh klien , dapat dipahami dan dimengerti. Dengan demikian terjadi hubungan yang baik dan komunikasi yang lancar. Istilah-istilah sulit jangan terlalu digunakan, dipilih kata-kata yang membina keakraban dan kehangatan, sehingga klien dapat mengungkapkan apa yang ada didalam hatinya , secara tidak ragu-ragu.dari kata-kata yang sederhana menyebabkan klien menaruh rasa simpati terhadap konselor dan merasa dapat berbicara secara aman.
3. Dalam wawancara konselor harus merasa yakin bahwa informasinya diperlukan oleh klien, berarti mempunyai keyakinan bahwa dirinya diperlukan dan pertolongannya sangatlah dibutuhkan. Keyakinan itu akan menjadikan konselor mantab dalam memberikan bantuan kepada klien. Maka konseling yang efektif adalah apabila klien secara suka rela datang sendiri pada konselor untuk meminta bantuan.
4. Konselor merasakan sikap klien dalam menyelesaikan masalahnya , hal ini berarti adanya perasaan empati dari konselor-konselor memahamai diri klien, dan klien mengerti bahwa konselornya memahami dirinya.
B. J.O. Crites dalam bukunya “Career Counseling, models, Methods dan Materials mengutarakan 21 teknik untuk wawancara, yaitu :
1. Dalam membuka wawancara hendaknya dapat menyentuh rasa haru klien. Misalnya dengan jalan memberi salam, menyebut namanya (bila konselor telah mengetahui nama klien) , bertanya sesuatu .Bertanya yang baik dalam pembukaan wawancara adalah : “Apa yang dapat saya Bantu?”, sedang yang kurang baik : “ bantuan apa yang kau minta?”.
A. Darley mengajukan empat kaidah dalam wawancara konseling sbb:
1. Dalam wawancara seorang konselor tidak memberikan ceramah, artinya konselor terlalu banyak bicara, sehingga telah menyita hampir seluruh waktu pertemuan dengan klien. Hal ini akan menghambat klien berbicara .Klien bersifat pasif , sebagai pendengar. Konseling yang baik , kegiatan berbicara ada pada klien, sehingga konselor akan banyak melakukan kegiatan mendengarkan. Klien akan banyak memberikan keterangan-keterangan kepada konselor , terutama yang berhubungan dengan permasalahan yang dialaminya .Dengan adanya konselor sedikit berbicara akan berarti memberikan kesempatan sebanyak-banyaknya kepada klien untuk mencurahkan isi hatinya.
2. Dalam berbicara konselor menggunakan kata-kata sederhana , berarti kata-kata itu dapat dicerna oleh klien , dapat dipahami dan dimengerti. Dengan demikian terjadi hubungan yang baik dan komunikasi yang lancar. Istilah-istilah sulit jangan terlalu digunakan, dipilih kata-kata yang membina keakraban dan kehangatan, sehingga klien dapat mengungkapkan apa yang ada didalam hatinya , secara tidak ragu-ragu.dari kata-kata yang sederhana menyebabkan klien menaruh rasa simpati terhadap konselor dan merasa dapat berbicara secara aman.
3. Dalam wawancara konselor harus merasa yakin bahwa informasinya diperlukan oleh klien, berarti mempunyai keyakinan bahwa dirinya diperlukan dan pertolongannya sangatlah dibutuhkan. Keyakinan itu akan menjadikan konselor mantab dalam memberikan bantuan kepada klien. Maka konseling yang efektif adalah apabila klien secara suka rela datang sendiri pada konselor untuk meminta bantuan.
4. Konselor merasakan sikap klien dalam menyelesaikan masalahnya , hal ini berarti adanya perasaan empati dari konselor-konselor memahamai diri klien, dan klien mengerti bahwa konselornya memahami dirinya.
B. J.O. Crites dalam bukunya “Career Counseling, models, Methods dan Materials mengutarakan 21 teknik untuk wawancara, yaitu :
1. Dalam membuka wawancara hendaknya dapat menyentuh rasa haru klien. Misalnya dengan jalan memberi salam, menyebut namanya (bila konselor telah mengetahui nama klien) , bertanya sesuatu .Bertanya yang baik dalam pembukaan wawancara adalah : “Apa yang dapat saya Bantu?”, sedang yang kurang baik : “ bantuan apa yang kau minta?”.
2. Menggugah klien untuk berbicara, konselor berusaha agar klien mau berbicara, sehingga kalau konselor mengadakan pertanyaan , hendaknya pertanyaan tersebut tidak hanya memungkinkan jawaban “ya” atau “tidak “ , tetapi pertanyaan hendaknya membuka kesempatan klien untuk berbicara.Diusahakan banyaknya berbicara pada klien bukan pada konselor.
3. Mengungkapkan perlakuan atau bantuan konselor sebelumnya .Hal ini penting kecuali untuk mencoba membuka pengalaman klien dalam berhubungan dengan konselor juga untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam menanggapi atau memberikan bantuan kepada klien tersebut.Saran-saran dari konselor sebelumnya akan dapat dipelajari konselor yang sekarang.
3. Mengungkapkan perlakuan atau bantuan konselor sebelumnya .Hal ini penting kecuali untuk mencoba membuka pengalaman klien dalam berhubungan dengan konselor juga untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam menanggapi atau memberikan bantuan kepada klien tersebut.Saran-saran dari konselor sebelumnya akan dapat dipelajari konselor yang sekarang.
4. Hindari berbicara melebihi klien atau mendahului pembicaraan klien.Kalau mungkin konselor berbicara sesedikit mungkin , biarkan klien berbicara sebanyak-banyaknya, karena kadang-kadang dengan berbicara banyak , mengeluarkan isi hatinya , klien menjadi lega dan bahkan dapat meringankan bebannya (katarsis) Terlebih lagi jangan seorang konselor memotong pembicaraan pembicaraan klien atau mendahului apa yang akan diomongkan oleh klien (karena kebetulan sekali konselor sudah mengetahui apa yang akan diomongkan klien)
5. Menerima sikap dan perasaan klien, konselor perlu merespon sikap dan perasaan klien, konselor seakan-akan masuk kedunia klien. Misalnya dengan menyambut bicaranya.
6. Konselor tidak bertanya bertubi-tubi , klien jangan diberondong pertanyaan dan dipaksa menjawab segala pertanyaan. Konselor bukannya sebagai wartawan, yang ingin mengorek informasi untuk kepentingannya.Andaikata Klien harus menjawab pertanyaan konselor ini berarti klien memberikan informasi tentang dirinya, yang nantinya informasi tersebut akan dijadikan bahan bagi konselor untuk memberikan bantuan kepada klien guna memecahkan masalahnya.
7. Tidak bingung jika klien bungkam, karena bungkam bukan selalu berarti macet, tetapi mungkin klien sedang berfikir tentang dirinya, sedang menghayati apa yang sedang berlangsung, mungkin sedang merumuskan kata-kata atau jawaban-jawaban, sedang mendalami masalah-masalahnya. Konselor jangan terlalu cepat menyimpulkan pada klien bahwa bungkam itu tertutup.
8. Memantulkan perasaan klien, konselor hendaknya mencoba menjadi atau memberi arah klien untuk berfikir-fikir tentang perasaannya.
9. Terbuka, artinya mengakui ketidaktahuan diri, atau kekurangan diri, tidak usah menutup-nutupi kekurangannya bahkan mau mendengarkan pendapat dan saran orang lain.
10. Membagi waktu wawancara, waktu yang banyak diperuntukkan membicarakan inti konseling, pembukaan wawancara dan penutupannya hanya menggunakan sebagian kecil waktu saja, jangan terbalik.Sehingga wawancara akan efektif dan dapat mencapai tujuan.
11. Memilih kata-kata yang sesuai dengan tahapan kemampuan klien, sehingga klien dapat memahami apa yang dikatakan oleh konselor, kalau perlu kata-kata penting diulang.Maka disini konselor sebelumnya harus mengetahui latar belakang kemampuan kliennya..
12. Membatasi usaha pengungkapan informasi dari klien, terlebih lagi mengenai hal-hal yang memalukan klien.Sehingga klien tidak merasa lebih berdosa.Jadi tidak perlu mengungkap klien terlalu mendalam, supaya klien tidak merasa ditelanjangi.Hal ini akan mengganggu rapport (hubungan baik antara konselor dank lien yang diciptakan oleh konselor, terutama sejak pertemuan konseling dimulai)
13. Menentukan rambu-rambu wawancara, agar tidak terpaku pada satu masalah, seharusnya banyak masalah yang terungkap, sehingga data lengkap.Jangan sampai yang dibicarakan hal-hal yang sama saja.Tentu saja pembicaraan jangan terlalu melebar, maka perlu rambu-rambu, jadi seakan-akan konselor membuat garis yang akan dibicarakan.Mula-mula rambu-rambu dibuat secara umum, X misalnya, lalu X itu dipecah-pecah, dibuat point-pointnya, dan waktunya.
14. Hindari sebutan atau cerita tentang diri konselor .Ada konselor yang suka memusatkan pada dirinya, misalnya :”Seandainya saya jadi anda….”.Itu berarti tidak menarik klien menjadi konselor, padahal mestinya konselor masuk kedunia klien, berarti ada empati.Karena kalau demikian mungkin tampaknya berhasil tetapi ada akibat sampingan.
15. Tidak berpura-pura, berarti konselor harus polos, karena klien akan merasa dan mengetahui bila konselor berpura-pura.
16. Tidak terpaku pada topic awal yang diajukan klien, misalnya : “Saya mendapat kesulitan dalam menghadapi adik-adik”.Konselor harus dapat melihat horizon yang lebih luas, misalnya apa latar belakang dia harus mengurus adik-adiknya.Mungkin yang penting bukan masalah adik, tetapi sumber masalah mungkin ada pada dia sendiri. Maka konselor jangan terlalu terpancang apa yang dikatakan atau dikeluhkan klien pada awal wawancara.
17. Hindari pertemuan yang terlalu sering dengan klien, karena hal ini mengakibatkan klien terlalu tergantung pada konselor.Konselor harus dapat membuat klien lama-kelamaan mampu berdiri sendiri dan memecahkan masalahnya sendiri.
18. Batasi lamanya wawancara.Hal ini sangat individual sekali.Ada klien dan konselor yang mampu mengadakan wawancara samapi 2 jam, ada yang tidak.Maka lebih baik sebelumnya diambil persetujuan tentang waktu wawancara ini antara konselor dengan klien, sehingga waktu yang akan digunakan telahj menjadi persetujuan bersama. Karena ada kalanya klien ingin berlama-lama karena sekedar menghindari situasi lain yang tak menyenangkan.
19. Menyusun alternative kegiatan, dengan jalan mencari bentuk jalan keluar yang kira-kira dilakukan oleh klien.Diusahakan konselor hanya membantu mencari alternative –alternatif itu, maka hendaknya klien yang menemukan beberapa alternative itu sendiri, sedang konselor memformulasikan.
20. Mengakhiri wawancara dengan membuat rangkuman (tidak tertulis), dan konselor berusaha agar klien dapat mengambil kesimpulan sendiri.
21. Menutup pertemuan, dengan membuat akhir pertemuan yang mengesankan, dengan terlebih dahulu diadakan pertemuan berikutnya.Dan konselor mengakhiri pembicaraan dengan kesediaannya menerima kembali suatu saat klien membuatuhkan bantuannya.
22. Persetujuan tentang perlu atau tidaknya diadakan konseling.
¬¬ C. Pendekatan Dasar Wawancara Konseling
1. Konseling Directive (penyuluhan terarah)
Karakteristiknya adalah iter menyerang langsung ke masalah, mengontrol struktur wawancara, memutuskan untuk menyelesaikan atau menghindari masalah subjek, menyusun langkah-langkah dalam wawancara dan menentukan lamanya wawancara. Iter mengumpulkan informasi, menganalisis masalahnya, memberikan pendapat, memberi solusi-solusi, memberi arahan yang spesifik kepeda itee. Iter mengatur bagaimana klien bertindak dengan tujuan untuk mengubah perilaku itee agar sesuai. Diasumsikan bahwa iter lebih mampu disbanding itee dalam memecahkan masalah.
Keuntungan konseling directive adalah:
a. Cukup mudah untuk memimpin dan mempelajarinya
b. Tidak memerlukan waktu yang banyak
c. Konselor fokus pada kepentingan masalah yang spesifik
d. Membolehkan konselor untuk memberikan informasi dan pedoman penting
e. Memperbolehkan konselor untuk melayani seperti penasehat ketika klien merasa segan dan tidak sanggup untuk menanalisis masalahnya atau untuk memperkirakan kemungkinan-kemungkinan solusinya.
5. Menerima sikap dan perasaan klien, konselor perlu merespon sikap dan perasaan klien, konselor seakan-akan masuk kedunia klien. Misalnya dengan menyambut bicaranya.
6. Konselor tidak bertanya bertubi-tubi , klien jangan diberondong pertanyaan dan dipaksa menjawab segala pertanyaan. Konselor bukannya sebagai wartawan, yang ingin mengorek informasi untuk kepentingannya.Andaikata Klien harus menjawab pertanyaan konselor ini berarti klien memberikan informasi tentang dirinya, yang nantinya informasi tersebut akan dijadikan bahan bagi konselor untuk memberikan bantuan kepada klien guna memecahkan masalahnya.
7. Tidak bingung jika klien bungkam, karena bungkam bukan selalu berarti macet, tetapi mungkin klien sedang berfikir tentang dirinya, sedang menghayati apa yang sedang berlangsung, mungkin sedang merumuskan kata-kata atau jawaban-jawaban, sedang mendalami masalah-masalahnya. Konselor jangan terlalu cepat menyimpulkan pada klien bahwa bungkam itu tertutup.
8. Memantulkan perasaan klien, konselor hendaknya mencoba menjadi atau memberi arah klien untuk berfikir-fikir tentang perasaannya.
9. Terbuka, artinya mengakui ketidaktahuan diri, atau kekurangan diri, tidak usah menutup-nutupi kekurangannya bahkan mau mendengarkan pendapat dan saran orang lain.
10. Membagi waktu wawancara, waktu yang banyak diperuntukkan membicarakan inti konseling, pembukaan wawancara dan penutupannya hanya menggunakan sebagian kecil waktu saja, jangan terbalik.Sehingga wawancara akan efektif dan dapat mencapai tujuan.
11. Memilih kata-kata yang sesuai dengan tahapan kemampuan klien, sehingga klien dapat memahami apa yang dikatakan oleh konselor, kalau perlu kata-kata penting diulang.Maka disini konselor sebelumnya harus mengetahui latar belakang kemampuan kliennya..
12. Membatasi usaha pengungkapan informasi dari klien, terlebih lagi mengenai hal-hal yang memalukan klien.Sehingga klien tidak merasa lebih berdosa.Jadi tidak perlu mengungkap klien terlalu mendalam, supaya klien tidak merasa ditelanjangi.Hal ini akan mengganggu rapport (hubungan baik antara konselor dank lien yang diciptakan oleh konselor, terutama sejak pertemuan konseling dimulai)
13. Menentukan rambu-rambu wawancara, agar tidak terpaku pada satu masalah, seharusnya banyak masalah yang terungkap, sehingga data lengkap.Jangan sampai yang dibicarakan hal-hal yang sama saja.Tentu saja pembicaraan jangan terlalu melebar, maka perlu rambu-rambu, jadi seakan-akan konselor membuat garis yang akan dibicarakan.Mula-mula rambu-rambu dibuat secara umum, X misalnya, lalu X itu dipecah-pecah, dibuat point-pointnya, dan waktunya.
14. Hindari sebutan atau cerita tentang diri konselor .Ada konselor yang suka memusatkan pada dirinya, misalnya :”Seandainya saya jadi anda….”.Itu berarti tidak menarik klien menjadi konselor, padahal mestinya konselor masuk kedunia klien, berarti ada empati.Karena kalau demikian mungkin tampaknya berhasil tetapi ada akibat sampingan.
15. Tidak berpura-pura, berarti konselor harus polos, karena klien akan merasa dan mengetahui bila konselor berpura-pura.
16. Tidak terpaku pada topic awal yang diajukan klien, misalnya : “Saya mendapat kesulitan dalam menghadapi adik-adik”.Konselor harus dapat melihat horizon yang lebih luas, misalnya apa latar belakang dia harus mengurus adik-adiknya.Mungkin yang penting bukan masalah adik, tetapi sumber masalah mungkin ada pada dia sendiri. Maka konselor jangan terlalu terpancang apa yang dikatakan atau dikeluhkan klien pada awal wawancara.
17. Hindari pertemuan yang terlalu sering dengan klien, karena hal ini mengakibatkan klien terlalu tergantung pada konselor.Konselor harus dapat membuat klien lama-kelamaan mampu berdiri sendiri dan memecahkan masalahnya sendiri.
18. Batasi lamanya wawancara.Hal ini sangat individual sekali.Ada klien dan konselor yang mampu mengadakan wawancara samapi 2 jam, ada yang tidak.Maka lebih baik sebelumnya diambil persetujuan tentang waktu wawancara ini antara konselor dengan klien, sehingga waktu yang akan digunakan telahj menjadi persetujuan bersama. Karena ada kalanya klien ingin berlama-lama karena sekedar menghindari situasi lain yang tak menyenangkan.
19. Menyusun alternative kegiatan, dengan jalan mencari bentuk jalan keluar yang kira-kira dilakukan oleh klien.Diusahakan konselor hanya membantu mencari alternative –alternatif itu, maka hendaknya klien yang menemukan beberapa alternative itu sendiri, sedang konselor memformulasikan.
20. Mengakhiri wawancara dengan membuat rangkuman (tidak tertulis), dan konselor berusaha agar klien dapat mengambil kesimpulan sendiri.
21. Menutup pertemuan, dengan membuat akhir pertemuan yang mengesankan, dengan terlebih dahulu diadakan pertemuan berikutnya.Dan konselor mengakhiri pembicaraan dengan kesediaannya menerima kembali suatu saat klien membuatuhkan bantuannya.
22. Persetujuan tentang perlu atau tidaknya diadakan konseling.
¬¬ C. Pendekatan Dasar Wawancara Konseling
1. Konseling Directive (penyuluhan terarah)
Karakteristiknya adalah iter menyerang langsung ke masalah, mengontrol struktur wawancara, memutuskan untuk menyelesaikan atau menghindari masalah subjek, menyusun langkah-langkah dalam wawancara dan menentukan lamanya wawancara. Iter mengumpulkan informasi, menganalisis masalahnya, memberikan pendapat, memberi solusi-solusi, memberi arahan yang spesifik kepeda itee. Iter mengatur bagaimana klien bertindak dengan tujuan untuk mengubah perilaku itee agar sesuai. Diasumsikan bahwa iter lebih mampu disbanding itee dalam memecahkan masalah.
Keuntungan konseling directive adalah:
a. Cukup mudah untuk memimpin dan mempelajarinya
b. Tidak memerlukan waktu yang banyak
c. Konselor fokus pada kepentingan masalah yang spesifik
d. Membolehkan konselor untuk memberikan informasi dan pedoman penting
e. Memperbolehkan konselor untuk melayani seperti penasehat ketika klien merasa segan dan tidak sanggup untuk menanalisis masalahnya atau untuk memperkirakan kemungkinan-kemungkinan solusinya.
2. Konseling Non-directive
Karakteristiknya adalah iter dipandang sebagai fasilitator/penolong pasif bukan sebagai ahli, iter membantu klien memperoleh informasi, mendapat insight, menyelidiki masalah serta menganalisisnya, dan menemukan dan mengevaluasi solosinya. Konselor mendengarkan, mengobservasi, dan memberi harapan (mendorong) bukannya memaksakan ide dan solusi. Konseling berpusat pada klien, klien yang mengontrol struktur wawancara, menentukan topik apa yang akan didiskusikan, kapan mereka akan berdiskusi dan bagaimana mereka akan berdiskusi, menentukan langkah-langkah dalam diskusi serta lamanya waktu diskusi.
Diasumsikan bahwa (1) Setiap orang punya kemampuan untuk mencapai pemecahan terbaik yang ia miliki, (2) Hanya klien yang dapat memutuskan apa yang terbaik untuknya, (3) Hal terpenting dalam konseling adalah mendengar.
Keuntungan konseling non-directive:
1. Membolehkan klien untuk mengungkapkan apa yang lebih penting untuk dirinya pada waktu yang diperlukan
2. Membolehkan klien menyampaikan informasi dengan sukarela yang mungkin saja konselor tidak memikirkan hal itu
3. Menyerahkan kepada klien untuk lebih mengontrol keputusan serta tindakannya
4. Non-directive mungkin dapat mendorong klien untuk memberikan jawaban dan komentar secara mendalam
5. Memeberikan konselor kesempatan untuk mendengarkan dan mendorong klien
6. Non-directive memungkinkan adanya komunikasi pada klien bahwa konselor sungguh tertarik padanya dan tidak terburu-buru untuk menerima klien lain ataupun mengerjakan tugas lainnya.
Konselor yang terdiri dari konselor akademik, konselor pada perlindungan sosial (Social Security), konselor pernikahan dan konselor kesehatan selalu menggunakan kombinasi yang tepat antara pendekatan directive dan non-directive. Contohnya, selama bagian pertama dari wawancara dengan keluarga, konselor pelayanan sosial mungkin menggunakan pendekatan directive untuk mendapatkan informasi tentang keluarga tersebut seperti usia, jenis kelamin, pendapatan, alamat, pekerjaan, masalah-malah kesehatan, dan lain-lain. Konselor mungkin pindah ke pendekatan non-directive ketika mencoba untuk menemukan masalah keluarga lalu menghadapi masalah tersebut, bagaimana anggota keluarga tersebut merasakan masalahnya, dan apakah mereka mengharapkan pelayanan sosial. Tugas yang sulit dari konselor adalah menentukan pendekatan khusus yang tepat dan merubah dari pendekatan satu ke pendekatan yang lain selama wawancara konseling.
Karakteristiknya adalah iter dipandang sebagai fasilitator/penolong pasif bukan sebagai ahli, iter membantu klien memperoleh informasi, mendapat insight, menyelidiki masalah serta menganalisisnya, dan menemukan dan mengevaluasi solosinya. Konselor mendengarkan, mengobservasi, dan memberi harapan (mendorong) bukannya memaksakan ide dan solusi. Konseling berpusat pada klien, klien yang mengontrol struktur wawancara, menentukan topik apa yang akan didiskusikan, kapan mereka akan berdiskusi dan bagaimana mereka akan berdiskusi, menentukan langkah-langkah dalam diskusi serta lamanya waktu diskusi.
Diasumsikan bahwa (1) Setiap orang punya kemampuan untuk mencapai pemecahan terbaik yang ia miliki, (2) Hanya klien yang dapat memutuskan apa yang terbaik untuknya, (3) Hal terpenting dalam konseling adalah mendengar.
Keuntungan konseling non-directive:
1. Membolehkan klien untuk mengungkapkan apa yang lebih penting untuk dirinya pada waktu yang diperlukan
2. Membolehkan klien menyampaikan informasi dengan sukarela yang mungkin saja konselor tidak memikirkan hal itu
3. Menyerahkan kepada klien untuk lebih mengontrol keputusan serta tindakannya
4. Non-directive mungkin dapat mendorong klien untuk memberikan jawaban dan komentar secara mendalam
5. Memeberikan konselor kesempatan untuk mendengarkan dan mendorong klien
6. Non-directive memungkinkan adanya komunikasi pada klien bahwa konselor sungguh tertarik padanya dan tidak terburu-buru untuk menerima klien lain ataupun mengerjakan tugas lainnya.
Konselor yang terdiri dari konselor akademik, konselor pada perlindungan sosial (Social Security), konselor pernikahan dan konselor kesehatan selalu menggunakan kombinasi yang tepat antara pendekatan directive dan non-directive. Contohnya, selama bagian pertama dari wawancara dengan keluarga, konselor pelayanan sosial mungkin menggunakan pendekatan directive untuk mendapatkan informasi tentang keluarga tersebut seperti usia, jenis kelamin, pendapatan, alamat, pekerjaan, masalah-malah kesehatan, dan lain-lain. Konselor mungkin pindah ke pendekatan non-directive ketika mencoba untuk menemukan masalah keluarga lalu menghadapi masalah tersebut, bagaimana anggota keluarga tersebut merasakan masalahnya, dan apakah mereka mengharapkan pelayanan sosial. Tugas yang sulit dari konselor adalah menentukan pendekatan khusus yang tepat dan merubah dari pendekatan satu ke pendekatan yang lain selama wawancara konseling.
DAFTAR PUSTAKA
Djumhur, I dan Moh. Surya. 1981. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Bandung: CV Ilmu.
http://www.infoskripsi.com. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data. Diunduh 13 April 2009.
Rahayu, Iin Tri dan Tristiadi Ardi Ardani. 2004. Observasi dan Wawancara. Malang: Bayumedia.
Walgito, Bimo. 1989. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Yogyakarta: Andi Offset.
Winkel, W.S. 1991. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan
http://www.infoskripsi.com. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data. Diunduh 13 April 2009.
Rahayu, Iin Tri dan Tristiadi Ardi Ardani. 2004. Observasi dan Wawancara. Malang: Bayumedia.
Walgito, Bimo. 1989. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Yogyakarta: Andi Offset.
Winkel, W.S. 1991. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan
0 komentar:
Posting Komentar